Tuesday, May 17, 2016

Norwegian Wood oleh Haruki Murakami

Image result for norwegian wood ini adalah buku kedua dari Murakami yang saya baca, kebetulan dalam versi bahasa Indonesia yang sebenarnya kurang saya gemari karena terkadang kemampuan sang translator belum tentu pas merepresentasikan maksud hati penulis. namun sudahlah, toh motivasi utama adalah harganya yang terjangkau, hehehe.
saya merasa beruntung membaca cerita ini bukan pada saat masih seumuran dengan sang tokoh utama, Watanabe, karena secara kebetulan setting lokasinya lumayan dekat dengan tempat saya belajar. pun, ternyata kisah liku-liku pergaulan remaja Jepang setengah abad yang lalu sudah sedemikian rumitnya, dan seiring bertambahnya waktu akan makin rumit, hahaha. awal mulai cerita, saya susah menebak endingnya, jika dikaitkan dengan judul maupun alur yang hanya mengalir begitu saja. namun konflik mulai meningkat saat Watanabe bertualang dengan kehidupan asramanya, kegalauan hubungannya dengan Naoko, munculnya Midori hingga peran Reiko-san yang ternyata membawa warna tersendiri. agak landai?? boleh disimpulkan seperti itu, namun sedikit banyak karya ini menginspirasi bahwa masa awal kuliah adalah saat penuh kebimbangan dan pentingnya untuk mencari jati diri. banyak pengalaman yang akan didapat, entah itu happy or sad, but never end.
anyway, semoga ada kesempatan untuk napak tilas rute Yotsuya di hari Minggu mencari jejak toko buku Kobayashi, hohoho

Sunday, May 08, 2016

Education as an Escalator for the Bright Future bersama PPI Jepang


Seperti yang tertera dalam edaran, tiga orang sesepuh dalam bidang pendidikan di Indonesia dijadwalkan ngumpul di TiTech meski start agak terlambat dari jadwal. jujur saja, ini event semi serius PPI yang saya ikuti pertama kali, karena keterbatasan akses dan waktu, namun untunglah masih sempat ngobrol dengan sesama peserta yang kebetulan beberapa diantaranya sudah pernah ketemu di acara yang lain.
Pengantar oleh bu Alinda, yang menyampaikan bahwa secara kebetulan tiga tokoh ini berada di Jepang dalam kurun waktu yang berdekatan, sehingga aji mumpung-nya juga cukup ikut andil. 
Materi dimulai oleh pak Aman, yang jujur saja, ini kali pertama saya 'mengetahui' beliau, terlebih bidangnya dalam food science. sekilas perkenalan, pak Aman mulai menyampaikan materi yang dikemas dalam cerita dari pengalaman beliau sebagai dosen hingga rektor serta keikutsertaan aktif dalam berbagai organisasi. inti dari materinya adalah Standard Setting, terutama dalam dunia akademis, bagaimana compliance dan penjaminan mutu yang diperlukan. opo iki?? hehe, untungnya saya pernah ikut workshop kelaikan udara, yang materi dasarnya kurang lebih serupa, jadi ya sedikit banyak tinggal mengiyakan, ho oh, serta naruhodo ne, hehe. di bagian akhir, beliau menambahkan poin tentang ethics in science, culture diversity, networking, serta krusialnya aktif berorganisasi.
sesi kedua, giliran pak Nuh untuk menyampaikan materi. memang, beliau secara khusus datang ke Jepang dalam rangka menerima penghargaan dari Kaisar bersama beberapa orang dari negara lain yang terpilih, sehingga secara sengaja beliau sudah menyiapkan materi yang isinya lumayan menohok uhuk uhuk. mulai dari cerita kesuksesan kompetisi seorang manusia sejak bentuk sperma kemudian bekerjasama dengan sel telur, materi mengalir kepada cita-cita memotong mata rantai kemiskinan melalui pendidikan, dengan segala upaya yang sudah dan diupayakan oleh pemerintah. beliau dengan gamblang menjelaskan mimpi era keemasan Indonesia pada 2045, tepat 100 tahun setelah merdeka, dengan potensi usia produktif yang dimiliki populasi demografi 2005-2035. pemahaman global trends serta kemampuan melihat masa depan menjadi kunci agar generasi ini tidak salah urus, terutama dengan penyakit sosial 3K (kemiskinan, ketidaktahuan, dan keterbelakangan peradaban). pak Nuh menyampaikan dengan gaya khas wong Jawa Timuran, hingga beberapa kali peserta masih roaming menanggapi humor cerdas yang dilontarkan beliau. pada bagian penutup, beliau berpesan agar para mahasiswa ini senantiasa berbakti pada orang tua (kandung, mertua dan para guru), gemar bersedekah, sigap beradaptasi dengan perubahan zaman, kerja keras serta bagi yang muslim, menambah amalan sholat malam dan sholawat.
Pak Bustanul mendapat giliran terakhir menyampaikan materinya. seperti pak Aman, sebenarnya beliau datang ke Jepang dalam rangka 'kedinasan' yang lain (dua-duanya aktif di organisasi internasional yang mewajibkan 'plesir dinas' keluar negeri) namun berhasil diculik bu Alinda. sebagai ekonom senior, analisa pak Bustanul sangat detil dan menyeramkan, ditambah dengan gaya penyampaian yang perlahan, sehingga ancaman middle income trap serta knowledge base economy sedikit banyak bisa saya terima.
Di penghujung, sesi tanya jawab mengalir dengan santai namun mengena. jawaban dari para sesepuh sangat menginspirasi dan menyegarkan pola pikir, terutama bahasan pengangguran intelektual serta masalah kronis lulusan luar negeri yang senantiasa kehabisan dalih karena tidak dapat mengaplikasikan ilmunya di tanah air tercinta. "jika anda punya nasionalisme; setelah mendapat kesempatan memperoleh pendidikan di luar negeri, masak gak bisa mikir?", kurang lebih begitu penutup yang disampaikan pak Nuh, menekankan kembali apa arti nasionalisme dan kesempatan bagi peserta. 
mikir yuk, berprestasi dari yang kecil, dan tingkatkan kreatifitas :D 

Friday, May 06, 2016

Kafka on the Shore by Haruki Murakami



Endingnya kecewa? ya, dan sangat!! meskipun saya tetap sangat menghargai buah karya Murakami ini. memang ini adalah buku pertamanya yang saya baca, bukan karena apa, namun alasan utama adalah paperbacknya dijual dengan harga lebih murah dibanding beberapa novel terkenal lainnya, itu saja. dan kemudian dengan kesimpulan yang mengecewakan, apakah jadi rugi? tentu tidak, hehehe. saya tetaplah bangga, sah jika dikemudian hari ada berujar sudah menamatkan novel ini, ayo diskusi, hohoho. 
jadi novel ini berkisah perjalanan kabur si tokoh utama "Kafka Tamura" di chapter ganjil, sembari berkisah ala flashback tentang Nakata, tokoh misterius yang sedari awal di chapter genap, menurut saya, menjadi kunci semua masalah gaib yang terjadi di novel ini. sudah.
kok? memang seperti itu menurut saya. kekecewaan yang sangat mendalam, sampai-sampai saya merasa tertipu sudah melahap sekitar 600halaman versi English ini karena ending yang setengah dipaksa, dan entah kenapa, meski jelas2 kategori fiksi, namun kecewa yang lebih muncul ke permukaan ketimbang kesan mendalam yang biasanya kita mahfumkan setelah membaca suatu cerita dengan embel2 bestseller. teringat memori yang lalu, setelah saya membaca sebuah novel dari pengarang Indonesia yang cukup terkenal (semoga saya tidak kembali termakan promosi) dan mendapati ending yang juga cukup mengecewakan. tidak perlulah saya sebutkan namanya, hehehe. mungkin ada baiknya, tidak terlalu serius dalam membaca sebuah cerita, apalagi berharap makna yang wah akibat intro yang wih.