Thursday, September 24, 2015

Idul Adha, memoriku

alhamdulilah, tahun ini masih diberikan kesempatan ber-Idul Adha, meski terpisah dari keluarga, namun masih diberi kesempatan untuk menunaikan Shalat Id, pun secuil kegiatan yang digelar oleh KMII Jepang.

suasana kegiatan shalat Id tahun ini, memang relatif lebih sepi, karena bertepatan dengan hari kerja yang merupakan hari pertama setelah rangkaian libur Silver-week, namun tetap saja shalat digelar 2x mengingat beberapa jamaah masih berdatangan dari tempat yang jauh dimana mereka tidak memungkinkan untuk dapat hadir di lokasi meskipun sudah naik kereta paling pagi. belum lagi jamaah yang hanya dapat "ijin" dari instansi-nya hanya beberapa jam, seperti saya, sehingga setelah shalat harus buru kabur dan kembali menuju kampus, meskipun hati ini masih ingin memuaskan telinga mendengar canda tawa dalam bahasa ibu yang membahana di bazaar Indonesia tadi, ah..

yang sedikit berbeda, tidak ada pemotongan hewan kurban disini. KMII memang menyiapkan loket untuk menerima penyaluran kurban dalam bentuk dana, yang nantinya akan diteruskan ke lembaga kurban di tanah air. memang, kondisi disini kurang memungkinkan untuk melaksanakan pemotongan hewan, selain dikarenakan kaum penerima yang juga "kurang pas", juga masyarakat sekitar yang sepertinya belum siap dengan ibadah ini. namun saya cukup gembira melihat lumayan banyaknya dana saluran kurban yang diterima oleh panitia.
yaaah, jika diingat2, duluuuuuuu, ingatan awal saya terhadap kegiatan potong hewan kurban, yaitu pada jaman SD. kebetulan sekolah saya termasuk sekolah "kecil" dengan jumlah murid sekitar 35 siswa/tahun-nya, namun juga bukanlah sekolah eksklusif, malah sebaliknya, tidak sedikit para muridnya yang "menunggak" SPP bulanan saat itu. sehingga dengan segala susah payah, pengumpulan dana dan donatur, memungkinkan sekolah kami untuk berkurban rutin seekor kambing pertahunnya. tentu saja daging kurban diprioritaskan kepada beberapa rekan "penunggak" SPP tadi serta beberapa fakir miskin, sehingga tertanam dalam benak saya, bahwa mereka yang menerima daging kurban tadi adalah kaum dhuafa yang benar2 hanya bisa merasakan makan daging ya pada saat idul adha ini saja.
pada saat SMP, logika tersebut agak berubah. sekolah saya termasuk favorit, dengan banyak anak orang kaya dan tentu saja bebas "penunggak" SPP. disana saya terlibat langsung dalam penyiapan dan penyaluran hewan kurban, dan menjadi kesempatan pertama saya melihat penyembelihan seekor sapi sampai si sapi tersebut masuk dalam plastik kresek dan dibagikan. saya pun menerima sebungkus daging sapi dan kambing, sebagai "imbalan" kepanitiaan saya. ooh, mungkin ini jatah amil.
saat SMA, jumlah hewan yang dikurbankan semakin banyak. beberapa teman saya juga atas nama pribadi menyumbangkan hewan kurbannya, yang merupakan hal baru bagi saya, mengingat kenyataan saat SD tadi. kembali saya menjadi panitia, dan tentu saja jatah amil pun kembali saya terima. kini, masyarakat yang sudah mampu, dengan mudahnya dapat memilih menyalurkan "hewan kurban" melalui beragam metode. beberapa kali ini, saya lebih memilih menyalurkan melalui lembaga, dan tentu saja berupa donasi yang telah ditawarkan. membeli kambing yang dijajakan "demi" Idul Adha masih menyisakan gejolak bagi saya. betapa kegiatan tersebut sudah menjadi industri, dan tentunya adanya tawar-menawar harga yang "fantastis" menjadikan saya khawatir akan mengurangi keikhlasan berkurban. tentu saja, kali ini saya tidak lagi ikut menjadi amil/panitia (picture not related) lagi. tapi, disaat pintu rumah diketuk adik2 dari karang taruna komplek, "Oom, ini dari masjid", setiap tanggal 10 Dzulhijah sore, kembali saya bertanya, ini jatah siapa??

ikhlas, 

Thursday, September 17, 2015

Rantau 1 Muara, nyatat lagi

rupanya tak salah rumor yang menyebutkan, bahwa sequel seringkali berhasil menguatkan kesan cerita sebelumnya, atau bahkan gagal dan malah memperburuk prequel-nya. setelah terkesima dengan Negeri 5 Menara kemudian cemberut karena Ranah 3 Warna, sehingga saya memaksakan untuk meneruskan ke plot terakhir ini.
「rantau 1 muara」の画像検索結果
alur diawali dengan pertanyaan klasik bagi wisudawan, mau kemana setelah kuliah. lapangan kerja mungkin bertebaran, tapi para pencarinya pun lebih banyak. jika hanya bermodal ijazah, belum lagi minat dan kemampuan yang mumpuni, wassalam deh. kisah kemudian mengalir lancar, beserta dinamika sebagai pekerja baru, dengan segala dinamikanya, termasuk romantika cinta yang dikemas tidak terlalu vulgar. cerita di amrik cukup menambah pengetahuan, semoga ada kesempatan tinggal disana juga, hehehe.
happy ending? YA. jalan ceritanya cukup realistis sebagaimana liku-liku hidup manusia pada umumnya. ada kalanya susah-senang, terkadang berjaya di atas namun juga tak jarang terlindas di bawah. pilihan selalu ada dan kitalah yang menentukan pilihan, tentunya dengan bimbingan dan atas petunjukNya. cerita diakhir kiranya meninggalkan bekas mendalam bagi saya, ketika kita sudah menetapkan sebuah keputusan, kemudian tidak jarang datang lagi pilihan yang nampaknya lebih menggiurkan. kesemuanya kembali pada pribadi masing2, saatnya bertanya pada diri sendiri, apa tujuan kita, apa sebenarnya yang kita ingin dan butuhkan. terkadang ego terlalu cepat mengambil posisi di depan mendahului kita dalam memilih, sehingga yang utama sering tersisih. be carefull ya, plus kenali dan tentukan tujuan hidup-mu, yuuuuk.

Wednesday, September 16, 2015

the 76th JSAP Autumn Meeting, 13 - 16 Sept 2015

Alhamdulilah, satu tantangan sudah terlewati.

sebagai bagian dari ritual menjadi researcher disini, meski secara administratif tidak akan dicantumkan dalam transkrip akademik, berpartisipasi dalam seminar/conference memang akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. dimulai dari gabung member komunitas "peneliti", daftar materi presentasi, kemudian harap2 cemas bakalan gol/tidaknya, hingga presentasi pada hari H. tentu saja, hambatan juga mengganjal di setiap tahapnya, seperti hasil penelitian yang akan disajikan kurang menarik, bahkan ada kalanya hasilnya gagal merujuk kepada suatu kesimpulan, wadoooh.

 seminar kali ini cukup menarik diulas, meski mungkin buat mereka yang sudah langganan ikut akan menjadi hambar. bagi saya, kesempatan ini memberi pelajaran untuk lebih saling menghargai antar sesama member, dimana beberapa dosen saya, pada kesempatan yang sama, juga "rela" memaparkan penelitiannya dan menerima "hujatan" dari audiens, layaknya seorang siswa program master yang bau kencur dalam hal research. ada juga beberapa kali, disaat sang pemapar (sepertinya mahasiswa juga) sudah gelagapan menerima pertanyaan, tiba2 tertolong karena ada seseorang yang mengaku melakukan peneletian bersama si pemapar (biasanya adalah sang dosen pembimbing) memberikan jawaban kunci nan analitis, sehingga penanya (yang biasanya juga seorang dosen pembimbing) langsung maklum sambil mengangguk2, sementara kami para mahasiswanya, hanya bisa melongo. ada pula tipe terlalu PD, biasanya karena mereka membawa nama besar universitasnya yang tersohor, namun karena materi yang disampaikan terlalu "berat", sehingga menjadi senjata makan tuan; hadirin gagal paham, pemapar juga kurang fokus menyajikan idenya. ujung2nya, terjadi lagi dialog antara para dosen pembimbingnya, dan untuk tipe ini, beberapa kali sang dosen mengakhiri jawabannya dengan minta maaf. 
nah, saya kebetulan tergolong mahasiswa yang nge-pas2n, baik dari segi ilmu maupun finansial, eh maksudnya bahasa pengantarnya. kalo hanya untuk presentasi dengan powerpoint, pada saat di kantor plus kursus pengajar dulu, bekal sudah cukup banyak dengan jam terbang lumayan. namun karena materi kali ini sangat awam bagi saya, ditambah lagi bahasa pengantarnya harus disampaikan kepada native speaker, wadooooh, sempat keder juga. alhasil, urutan penyampaian materi di-utak atik sesederhana mungkin, intinya ide bisa tersampaikan, dengan cara se-simple mungkin, hehehe. bahkan, trik lama pun dipakai, yaitu buat "lubang" agar penanya bisa digiring kesitu, and it's works, again. 
akhir kata, saya mendapati betapa minimnya ilmu saya, dan motivasi-lah kunci utama menuju kesuksesan. it is not what happened in the past, your goals are the most important, kurang lebih begitu pesan seorang berkebangsaan Perancis yang saya temui dalam lift, dengan bangganya dia memperkenalkan diri sebagai Assosiate Professor. yes, Sir !!