Tuesday, October 25, 2016

melewat( -kan/ -i) semester 3

   secara teatrikal, semester 3 memang baru dimulai saat siswa tahun ajaran baru dilantik secara resmi, bahkan sebenarnya, mereka baru mulai masuk kuliah 10 hari setelahnya karena ada kegiatan orientasi. namun, bagi saya, mungkin batas awal ini sudah dimulai lebih dini, yaitu sejak para adik asuh di lab selesai paparan tugas akhir mereka, dan salah satu keluarga dekat saya kembali ke Indonesia karena masa tugasnya disini sudah selesai. 
   seperti yang digembor2kan para senior dan rekan sejawat yang sudah menempuh program ini, bahwa di semester ini kegiatan secara terprogram di perkuliahan hampir tidak ada, kesemuanya sudah diserahkan kepada kebijakan lab masing2, dan itu sudah saya alami sejak awal tahun lalu, hahaha. intinya, mahasiswa diberikan kebebasan sepenuhnya untuk konsen pada materi research masing2, bersyukurlah mereka yang kelimpungan kurang data di tahun sebelumnya. saya pun akhirnya merasa agak sedikit terbebas, karena dengan tidak adanya kewajiban hadir di kelas, pengaturan jam ekperimen lebih leluasa dan bertambah, apalagi hingga akhir summer nanti, insya allah tidak ada jadwal seminar, yang tentu saja sangat memakan waktu untuk persiapannya (baca : umek).
   kegiatan mengalir, meski rutinitas mengasuh taruna S1 masih berulang, setidaknya dengan kehadiran junior M1 (mahasiswa program master tahun pertama) lumayan bisa membantu mengurangi keumekan meski ternyata si M1 akhirnya juga divonis butuh pengasuhan lebih oleh sensei, hahaha. untunglah ada Ramadhan, setidaknya saya bisa mengerem untuk tidak terlampau berlarut dalam euforia ke"santai"an (kesibukan) di semester ini. saya bersyukur diingatkan akan keberlarutan ritual slow going, yang didukung dengan hasil experimen yang cukup lumayan. 
   hingga akhirnya tiba masa untuk menutup semester dengan kesibukan luar biasa, merangkumnya kedalam thesis, meski saya merasa belum layak, namun dari pembimbing sudah sangat mendorong untuk segera diselesaikan, jadilah busy ending. 

well, keep fight

Sunday, October 09, 2016

Mimpi buruk (kembali) terulang

19 September 2016
sebenarnya tidak ada hal spesial hari ini, selain kalender yang bertepatan dengan libur nasional Jepang, namun berhubung tidak ada acara spesial, ya saya tetap meniatkan untuk berpuasa Senin-Kamis seperti biasa, hingga akhirnya tiba saatnya berbuka puasa. menu seperti biasa, diawali teh hangat dan pisang, sembari menunggu nasi yang baru matang supaya agak sedikit dingin, saya menunaikan shalat Maghrib di kamar mess. tidak ada yang spesial hingga buka puasa selesai dengan porsi yang lebih banyak ketimbang jatah makan malam di hari biasa, hingga saya kembali duduk menonton TV setelah berwudhu sambil menunggu adzan Isya berkumandang dari aplikasi di hape.
sesaat adzan selesai, saya segera berdiri di atas sajadah untuk shalat Isya. namun begitu tangan bersedekap di depan dada, mendadak pandangan berkunang-kunang. saya tidak ingat apa yang terjadi kemudian, sempat samar saya ruku', itidal hingga akan sujud, namun sekejap saya mendapati tubuh tergeletak kesebelah kiri sajadah, yang untungnya sudah dialasi plastik EVA, hingga (sepertinya) benturan ke kepala hanya meninggalkan sedikit benjol. (tiga hari kemudian saya baru menyadari ada bagian bibir yang juga terluka karena terbentur gigi dan berubah jadi sariawan). 
sambil bingung, saya hanya melafalkan astagfirullah berulang kali, sambil berusaha merekonstruksi memori beberapa saat lalu yang hanya samar, sembari berpikir keras apa yang terjadi. adakah sakit di dada ini? entah, semua perasaan menjadi kalut dan bingung. setelah beberapa saat, akhirnya saya mampu duduk bersandar tempat tidur, sambil melihat jam, kiranya ada sekitar lima menit waktu yang "hilang" dalam ketidaksadaran tadi (mungkin). mungkinkah saya terkena serangan jantung? tersadar kembali dengan sendirinya, sama seperti kejadian hampir setahun lalu, namun bedanya, saat itu saya baru saja selesai jogging di pagi hari, ketika tiba2 pandangan mengabur, dan sejurus kemudian mendapati tubuh sudah diatas rumput (alhamdulilah bukan di aspal), meski bibir dan kulit dekat mata mengalami luka berdarah meski tidak serius. 
keesokan harinya saya segera berkonsultasi dengan poliklinik kampus, yang kebetulan, siang harinya ada jadwal praktek dokter spesialis penyakit dalam (jantung) yang oleh beliau, meski tidak ada kecenderungan akan penyakit tertentu, namun demi kebaikan bersama, saya dirujuk untuk check-up lengkap di RS tentara terdekat. serangkaian medical check-up secara berantai segera dilakukan, mulai dari periksa lab darah, urine, ECG, USG jantung, tes di treadmill, hingga pemasangan alat monitor jantung selama 24 jam. hasilnya, meski ada saat ritme jantung tidak normal (terutama setelah beraktifitas berat) namun dokter mengatakan bukanlah penyakit ataupun suatu hal yang membutuhkan terapi/pengobatan, dan berakhir dengan kesimpulan saya sehat. alhamdulilah.
saya sempat takut divonis berpenyakit yang berhubungan dengan jantung. 20 tahun lalu, hal ini menjadi salah satu catatan ketika saya (dipaksa) uji treadmill dengan badan dalam kondisi demam tinggi, yang tentunya ritme jadi kacau. riwayat keluarga memang tidak ada yang meninggal karena sakit jantung, ataupun jikalau (memang) ada, harap maklum kami bukanlah tipe yang dapat mengakses fasilitas kesehatan dengan mudah karena kondisi ekonomi. entahlah, sejak kejadian melarikan diri ke IGD setelah acara lari dan makan siang karena sesak di dada dan kesadaran saya berangsur hilang sekitar dua tahun lalu, mimpi buruk ini seakan menjadi acara rutin tahunan yang cukup menghantui. bahkan ketika saya berusaha memperkuat jantung dengan memperbanyak porsi latihan lari, hal ini masih saja berulang meski tidak bisa dikatakan penyebab utamanya. 

bismillah,