Friday, September 16, 2016

move on : catatan the 77th JSAP Autumn Meeting 2016

ada kalanya kesuksesan akan membenamkan kita dalam euforia kegembiraan, dan sebaliknya, kegagalan bertubi-tubi sering menenggelamkan semakin jauh sejumlah potensi yang sebenarnya layak untuk diperjuangkan

#eaaa

bukan berniat menjadi bijak. namun sepertinya perasaan ini yang kali ini cukup tepat menggambarkan suasana hati saya. dua hari lalu, saya berkesempatan untuk yang terakhir kalinya (semoga) dalam status sebagai mahasiswa S2 untuk tampil memaparkan hasil research di hadapan kalangan akademisi dalam even tersebut di judul. ini adalah kali kesekian saya memaparkan materi, yang sebenarnya, tidak terlalu berbeda secara isi jika dibandingkan saat pertama kali saya tampil di even serupa. 
pada kesempatan yang sebelumnya, seringkali saya terjebak dalam siklus simalakama, terutama pada sesi tanya jawab, ketika materi yang saya sampaikan menunjukkan realita berlawanan arah dengan hukum alam. sang penanya pun, setelah saya renungkan lebih jauh, sepertinya lebih menyasar kepada pola pikir saya yang terkesan benar namun kurang mengena pada sasaran. hasil tidak pernah berbohong, apalagi ketika dilengkapi bukti2 yang ada, begitu yang ditekankan professor pembimbing. hanya perlu pendekatan dari sisi pandang berbeda untuk memahami fenomena yang muncul dari hasil penelitian.
dan siklus terjebak itu rupanya berhasil membentuk dinding benteng layaknya sumur air yang semakin dalam semakin menarik untuk digali hingga melupakan bahwa hidup yang sebenarnya ada di permukaan tanah. setiap kali mendekati even seminar, saya selalu dihantui mimpi buruk akan kembalinya suguhan buah simalakama tadi, betapa pun antisipasi sudah dilakukan secara maksimal (menurut saya). namun kali ini, rupanya saya berhasil menyentuh dasar dan tetiba dengan segala situasinya segera dapat memanjat keluar untuk kembali dalam rutinitas di permukaan mengejar garis finish yang sebenarnya.
kejadian berawal saat jadwal paparan diumumkan, dan saya mendapat giliran terakhir pada sesi tersebut, tepat setelah junior lab (M1). eh?? ya, entah bagaimana panitia mengaturnya, dengan terpaksa kami dijadwalkan secara berurutan, yang berarti alur cerita nantinya harus dipersiapkan saling berbeda guna menghindari kebosanan pendengar, meski sebenarnya materi penelitian kami sangatlah mirip, jika tidak boleh dibilang sama. maklum, satu guru satu ilmu. pak dosen pun cukup bingung, namun akhirnya memberikan solusi yang cukup cantik hingga persiapan materi kami dapat tersusun untuk saling menguatkan tanpa ada duplikasi, sambil mewanti-wanti bahwa beliau tidak akan memberi pertolongan di hari H, kecuali terhadap pertanyaan yang menjatuhkan. OK, fair enough.
dan tibalah saatnya, ketika si M1 tampil membawakan materinya. overall, bagus karena sudah digladikan beberapa kali disamping juga tampil dalam bahasa ibunya sendiri, meski ada beberapa selip lidah yang sebenarnya tidak perlu. giliran sesi tanya jawab, pertanyaan mendasar dilontarkan oleh seorang pendengar, yang kiranya cukup mudah untuk segera dijawab. tapi, eh, si M1 mulai muter2 dan mengesankan keraguan dalam upayanya menjawab. pertanyaan kedua, ketiga pun yang saya rasa hanya sepele, gagal dikembalikan dengan baik hingga akhirnya bendera putih dikibarkan oleh pak dosen. 
seumur-umur baru kali ini saya mengalami hal ini. beberapa kesempatan lalu, ada kejadian serupa juga yang dialami peserta lain, namun pak dosen mengatakan bahwa haram hukumnya bagi dia, kecuali tadi, pertanyaan menjatuhkan. dan kali ini pun, pertanyaan yang dilontarkan pun bukan persoalan yang sulit, namun berhasil memaksa beliau untuk kemudian angkat bicara membantu si M1. mental saya sedikit terangkat, setidaknya saya pernah lebih baik dari siswa native di posisi yang sama tahun lalu.
ketika giliran saya tiba, dengan beban membawa nama lab setelah gagal diangkat oleh si M1, saya sebagai M2 harus bisa setidaknya kembali memposisikan dalam titik awal. meski dengan keterbatasan bahasa Jepang, saya berusaha menutupinya dengan gestur maupun cara penyampaian yang friendly kepada pendengar. paparan selesai dan seketika MC mempersilahkan pendengar untuk mengajukan pertanyaan, langsung saya melihat setidaknya ada empat tangan terangkat. satu, OK; kedua, done; ketiga, agak tersendat sedikit namun jawaban saya kiranya mengena sehingga bisa diterima oleh penanya. penanya keempat, lebih mengarah ke konfirmasi ulang pada materi saya, meski akhirnya dia memberikan beberapa saran dari view yang berbeda untuk dijadikan masukan penelitian berikutnya. 
dan rupanya saya terlalu fokus, hingga tidak menyadari bel akhir sesi berbunyi saat orang keempat memulai pertanyaannya. DONE? belum. setelah MC secara resmi menutup acara dan saya pun beranjak dari podium ketika seorang yang mengaku dosen mendekati saya lalu bertanya terkait materi saya. eh, ini yang kelima? saya berusaha menjawab sesuai dengan dasar dan hasil yang saya miliki, hingga beliau pun sepertinya cukup puas dengan jawaban saya kemudian berterimakasih sambil membungkuk khas orang Jepang. setelahnya, pak MC pun, yang ternyata seorang professor sekaligus dosen, menarik tangan saya untuk kembali ke podium dan membuka diskusi kecil yang intinya beliau mengapresiasi pemaparan saya sambil memberi PR untuk dijawab pada gelaran seminar berikutnya di bulan Maret mendatang.
alhamdulilah, akhirnya pun pak dosen pembimbing mengangkat jempolnya yang tanpa saya sadari sedari awal memperhatikan sesi tambahan dadakan tadi. cukuplah saya menyudahi keterpurukan di masa lampau sekaligus membawa semangat baru guna menyelesaikan the next Impossible Mission : susun thesis.