Friday, February 15, 2008

Soeharto. life and legacy ...

pak harto

Saya membeli buku ini pada akhir desember 07, setelah sekian lama survey dari sekian banyak buku yang ditulis tentang beliau, dan akhirnya pilihan saya jatuh pada autobiografi oleh ibu Wati ini. Meski baru mulai start baca seminggu sebelum beliau berpulang, buku ini telah memberi saya banyak masukan terutama pengetahuan mengenai hal-hal yang terjadi di awal orde baru, bagaimana kisah terbentuknya yayasan-yayasan Pak Harto, serta cita-cita luhur yang dijadikan landasan kegiatan amalnya, sebelum akhirnya mendapat penilaian yang negatif dan berada dalam kondisi seperti sekarang ini ( koran KR edisi kemarin memberitakan, bahwa tersangka kasus seputar yayasan Pak Harto akan “dilimpahkan” pada putra-putri beliau sebagai ahli warisnya), serta pencerminan kearifan Pak Harto dalam menempuh hari-hari setelah kekuasaanya berakhir. Bila dibandingkan dengan biografi Presiden Soekarno yang dirangkum oleh Cindy Adams, menurut saya, buku ini memang kurang menampilkan pola pikir maupun cara pandang Pak Harto semasa beliau hidup. Saya memaklumi bahwa kondisi Pak Harto saat dimulainya pengumpulan informasi oleh “author” sudah sangat menurun, terutama kondisi kesehatan secara fisik maupun psikis (thanks to dr.Laras yang telah “being very kind” menjelaskan beberapa istilah kesehatan yang tertulis didalam buku ini mengenai penyakit yang diderita Pak Harto). Kehidupan dan latar belakang beliau secara jelas ditunjukkan, sehingga kesuksesan hasil pembangunan sampai dengan pertengahan masa Orba telah dapat dirasakan oleh masyarakat Indonesia, terutama keberhasilan dalam mencapai swasembada beras, program KB, maupun kemampuan pemerintah dalam mengatasi inflasi di saat akhir Orde Lama. Dua topik yang saya rasa terlewatkan, atau mungkin sengaja oleh penulis tidak dicantumkan dalam buku ini adalah masalah Timor Timur dan peran serta Bu Tien. Hanya sedikit sekali topik mengenai bekas propinsi termuda ini diulas, apalagi bila dibandingkan dengan bahasan bidang ekonomi dan yayasan-yayasan Soeharto; itupun lebih cenderung dihubungkan sebagai “prestasi” dari mantan presiden Habibie. Cerita tentang Bu Tien juga hanya tersebar merata dalam beberapa bab buku ini, tanpa ada tulisan khusus membahas peran penting ibu negara yang telah mendukung Pak Harto dengan setia selama hidupnya. Mungkinkah bu Wati menganggap kedua topik ini kurang penting, ataukah memang tidak sengaja terlewatkan, atau barangkali karena keterbatasan Pak Harto dalam menceritakan kembali masa-masa tersebut, yang terpenting bagi saya, buku ini telah membantu dalam memahami bagaimana seorang anak desa, tumbuh menjadi remaja yang kemudian berhasil menjadi penguasa terlama sejak Indonesia merdeka, sampai pada akhirnya mengakhiri kejayaanya secara tragis, namun beliau tetap dapat menerimanya dengan penuh “legowo”. Mengutip pesan yang disampaikan dosen bahasa Jepang saya, sesaat sebelum saya pamitan untuk kembali ke tanah air, “hal baik yang telah kamu dapat disini, sampaikanlah dan kabarkanlah kepada rekan-rekan dan masyarakat (Indonesia) disana; namun hal buruk yang kamu dapat, cukuplah kamu ketahui untuk dirimu sendiri” (Kinoshita Tetsuo, Mar 2006), jadi apapun pandangan anda terhadap Pak Harto, marilah kita sejenak berdoa untuk ketenangan arwah beliau, semoga mendapat tempat terbaik di sisi Allah swt. Amiiiiin.

No comments: