Monday, December 31, 2012


kalo dirunut dari awal pertama kali pake HP di Indonesia, udah lumayan banyak yang sudah dijajal n dibuktikan, hmm, klo ga salah berikut sejarahnya :
Sony Ericsson J108i, jagoanku sekarang
  1. SE K300i à pertama kali pake, waktu itu fiturnya lumayan HIGH, meski nekat pake simpati yang pulsanya ampun..ampun..
  2. ZTE bundling Fren 388 ribuàHape jadul, tapi termasuk yang paling tahan lama. Nasib berakhir setelah jadi korban trade in dengan Smartfren Sumo
  3. Nokia 1110iàcuma tahan 6 bulan.fitur paling sederhana, tapi mantap n very usefull
  4. ZTE H50àcuma 2 minggu dipake, then sold lagi dengan berath hati karena fitur yang mengecewakan bangeth.
  5. LG KG270àsebenarnya bagus, tapi jadi rusak secara fisik karena kecelakaan, untung masih laku, hehehehe
  6. Nokia 1265 CDMAàHP bagus, kuat, pokoknya yahud lah!!
  7. LG KU370àsebenarnya agak ringkih karena bentuknya yang sliding,tapi udah 3G n fiturnya juga Te Oo Pe lah..sayang ilang,hiks
  8. SGH-B200àpunyanya Cinta Laura, bisa rekam radio jadi ringtone, n fitur jadi maks setelah install OperaMini!Lite. Sayang memorinya kecil
  9. SGH-L700à udah 3G, mirip dengan KU370, tapi lebih stylish, mantaph, n kata istri, ga boleh ganti lagi, meski akhirnya terpaksa tergantikan karena masalah batere (maklum udah 2 tahun lebih dipake) dan keyboard yang COEL gara2 kurang sopan nge-tik
  10. SE-J108ià armament yang sekarang, paling powerfull dalam sejarah hape-ku, meski minus front camera, tapi jaringan support HSDPA, video call (fitur yg sekarang dipertanyakan kegunaannya, meski tetap jadi syarat utama), dan aplikasi multi tab meski belum ada O.S.


Sudah terpikir untuk ganti android, namun masih searching Hape yang tepat, sambil menunggu harga yg pas, hehehehe, maklumlah, aku agak paranoid dengan touchscreen, apalagi kondisi tempat kerja sekarang amat sangat tidak mendukung buat hape pencet layar,

Sunday, December 02, 2012

review : Markesot Bertutur



Sudah beberapa kali saya membaca buku karya Emha Ainun Nadjib, namun sepertinya buku ini yang paling memberi banyak pelajaran “hidup” dan kesan yang cukup mendalam (ya iyalah, lha wong baru selesai dibaca, hehehe). Meski pada awal buka buku, sempat agak kecewa karena ternyata ini adalah buku yang terbit ulang, setelah sukses di tahun2 penerbitan awalnya, namun makin mendekati halaman akhir, ternyata masih banyak isi dari buku ini yang relevan dengan kondisi kehidupan kita sekarang ini.

Buku ini diterbitkan pertama kali tahun 1993, hmm, tahun segitu saya baru duduk di bangku kelas lima SD, jelaslah belum ngerti tentang apa dan siapa itu Markesot, meski sebenarnya artikel2 dalam buku ini adalah ‘rangkuman’ dari artikel rutin Markesot yang diterbitkan salah satu koran ternama di Jawa Timur. Bahkan, sempat saya membaca, secara tidak sengaja, pihak penerbit sempat meragukan isi cerita di buku ini, karena sekali lagi, tulisan2 ini digarap Emha / Cak Nun berdasarkan kondisi yang sedang hangat waktu itu, sekitar tahun 1990an. Bagi anda yang sudah memasuki usia remaja saat itu, mungkin buku ini akan jadi flash back yang sangat baik bagi memori anda. Namun bagi generasi seperti saya, sangat membantu dalam ‘mengetahui’ kondisi masyarakat, terutama di Jawa Timur, tempat kelahiran saya, dimana istilah “mbambung”, “sak karepe dhewe”, “diamput” dan istilah khas jawa-timuran, menjadi terasa de-javu dan membenarkan setiap omongan dari Markesot.

Beberapa istilah akademis, memang sampai sekarang masih saya rasakan sulit dimengerti dan terlalu ‘tinggi’, meski sebenarnya ‘kata-kata’ tadi adalah hal umum yang gampang kita jumpai dalam rubrik tajuk rencana pada koran2 di sekitar kita. Saya memang belum bisa rutin membaca koran tiap hari, namun membaca setiap kisah Markesot ini, cukuplah bagi saya untuk mengetahui bagaimana kondisi masyarakat “mbambung” saat ini, dan relevansi-nya terhadap kehidupan kita sekarang.

Ada beberapa nilai yang menurut saya, telah memberikan nilai inspiratif, yang tentunya akan saya usahakan untuk diterapkan dalam menjalani kehidupan ini, yaitu :

  1. Nilai agama tidak pernah berubah, dan ajaran yang sudah ditetapkan berisi tentang petunjuk / kaidah kehidupan, yang insyaallah akan menuntun kita kepada kehidupan yang sejahtera.
  2. Saya setuju dengan Markesot, bahwa leluhur kita mengajarkan agama sebagai algojo, aturan2 yang keras, yang terlalu membatasi, sehingga kebanyakan dari kita menganggap agama sebagai aturan hukum yang mengikat dan sekali lagi, membatasi. Bukankah akan nikmat jika kita merubah pola pikir kita terhadap agama layaknya nilai2 budaya yang berlaku dalam kehidupan kita? Mencoba untuk berubah, akan sangat lebih baik, daripada berdiam diri meski kita tahu bahwa itu hal itu kurang tepat? Iya tho,
  3. Hidup adalah perjuangan, Allah yang akan menilainya. Tidaklah perlu kita berkeluh kesah, karena hidup sudah ada aturannya, dan yakinlah bahwa Allah memberikan ujian kepada makhluk-Nya dengan kepastian bahwa mereka akan sanggup menghadapinya. Segala kenikmatan di dunia ini, anggaplah sebagai bonus awal dari hasil jerih payah kita berjuang.
  4. Anda termasuk kaum cerdik pandai atau “wong pinter” yang berkesempatan menjadi pemimpin? Ojo lali wong cilik ya, wong mbambung yang telah memberikan amanah untuk Anda pimpin,
  5. Nikmati hidup ini! Anda sudah berjuang setiap hari, setiap saat bergumul dengan jerih payah, untuk apa jika malah terjerumus dalam kesibukan yang terus-menerus tanpa bisa merasakan apa yang telah Anda hasilkan?! Tapi ingat, janganlah berlebihan, bukankah ajaran agama pun tidak menyukai hal-hal yang berlebihan.


Cukup sekian dari Markesot, dengar2 ada sekuelnya, tapi apakah penerbit kembali berani menerbitkannya? Kita tunggu saja.
-wis-