Sunday, August 28, 2016

mendaki gunung Fuji (lagi)

saat ditawari kali pertama bergabung bersama keluarga bapak Athan untuk naik gunung Fuji pada periode libur musim panas, spontan saya menjawab SIAP. yang ada di pikiran saat itu adalah rekreasi menikmati pemandangan dan sejuknya pegunungan di tengah musim panas yang menyengat, apalagi selama ini saya selalu single fighter menjelajah area yang belum terjangkau satu dekade silam. pun, kenangan latihan militer mendaki Fuji belasan tahun lalu, yang hanya berbekas adalah saat turun gunung dengan berlari sprint, cukuplah menambah percaya diri bahwa saya mampu bahkan phisically saat ini (merasa) lebih kuat dari saat itu.
tapi, ketika bapak menjelaskan rencananya untuk melihat matahari terbit di atas puncak, eh, eh tunggu dulu. sejurus kemudian, jadwal pun disesuaikan dengan kesibukan kantor, hingga jatuhlah pilihan pada hari terakhir libur musim panas, yang langsung memangkas jumlah peserta sekaligus "mencekik" jadwal kegiatan saya (lihat posting sebelumnya). waduh, spontan rasa ragu muncul, hingga detik2 keberangkatan pun, persiapan saya "seadanya" dan cenderung PEDE sajalah, hehehe, toh masih bisa sabar seperti biasanya.

perjalanan hingga step 5 (start) berjalan lancar meski sempat salah sasaran parkir area (gegara manut GPS ala japanese, beda tipis antara park dan parking area, untung gak terlalu jauh, dan sepertinya juga sudah banyak pendaki bernasib serupa). carbo loading dan toilet sudah diselesaikan, saatnya menyalakan senter untuk memulai perjalanan, ketika cuaca tiba2 berubah menjadi gerimis mengundang. baguuuus. dua hal yang saya kurang suka dari perjalanan malam adalah gelap dan hujan. mata saya sudah divonis silindris, yang artinya lebih sedikit cahaya yang bisa saya tangkap di malam hari -> mengurangi konsentrasi; dan saat hujan, pilih basah atau bermantel yang artinya siap umek dengan keringetan maupun gerakan anggota tubuh jadi terbatas -> lagi2 mengurangi konsentrasi. 

sampai step 6, tidak ada kendala berarti kecuali gerimis yang timbul tenggelam. banyaknya pendaki lain membuat perjalanan tidak terasa sepi meski lumayan gelap karena awan. rehat sebentar, tim lanjut ke step 7, dan saya mulai sadar ada yang aneh. dulu, memang tidak ada keterangan step berapa, karena statusnya latihan militer, sesuai perintah naik sampai puncak, jika ada perintah istirahat barulah melipir sebentar. namun kali ini, pemandangan malam yang saya coba visualisasikan kondisi siangnya, tidaklah ada sedikitpun dalam memori saya. sedemikian pesatkah pembangunan jalur pendakian ini dalam kurun kurang dari 15 tahun? sisi gunung di tutup rapi jaring kawat dan tanggul tinggi seperti kontruksi tanggul lumpur lapindo di sidoarjo, menyisir sepanjang jalan zigzag hingga penginapan pertama. eh, penginapan?
ya, sejak step 7, banyak penginapan gunung untuk mereka yang ingin rehat maupun menginap guna melanjutkan perjalanan sesuai jadwal masing2. inipun tidak ada di memori saya, jalan sempit di depan penginapan serta beberapa toilet darurat berbayar (JPY 300). saya sempat semakin yakin, kala itu saya dalam mode zombie, jadi tidak ingat apapun tentang rute, ketika jalan terjal menanti untuk mencapai step 8. benar2 terjal, karena hanya batu menempel di dinding gunung, meski antar pijakan hanya seukuran anak tangga, namun dengan jarak dan kemiringan yang lumayan membuat para pendaki di sekitaran saya ngos2n (saya sih enggak, alhamdulilah). niatan untuk sunrise di puncak sepertinya meleset, kami baru berhasil melihat titik MAIN 8 pas saat adzan shubuh berkumandang. tidak apa, sepanjang malam selepas step 7, langit berubah cerah dengan posisi bulan setengah menerangi perjalanan kami. panorama fajar pun berhasil diabadikan dengan keindahan yang luar biasa dari lereng Fuji.
jam 8 pagi, tepat 12 jam pendakian, akhirnya kami menyentuh puncak di level 10. mentari sudah mulai terik, meski kabut juga bertiup membawa angin sejuk yang meragukan antara batas panas dan dingin bagi tubuh. sejam istirahat, kami pun bergegas menunaikan kewajiban kekinian, yaitu foto kenangan di puncak. rupanya bapak Athan sedemikian bertekad untuk mengibarkan sang Merah Putih di puncak tertinggi mantan negara penjajah ini, hingga tak terasa sesi jepret2 ini berlangsung hampir sejam, hehehe. pukul 10 pagi kami mulai menyusuri jalur khusus turun, yang sepertinya lebih ramah, meski saya masih punya kenangan buruk pernah "dilarikan" di rute ini. target ke titik awal sebelum dhuhur, kembali meleset karena rute turun ini lumayan melambung, ditambah kondisi jalan yang berbatu halus; salah sikap badan or kecepatan turun, ya silahkan pilih pose tengkurap or terkapar untuk posisi terpeleset anda, hehehe.
singkat cerita, kami berhasil mendahului matahari untuk menyentuh dasar gunung. capek, pegal, bau dan kelaparan sempat melanda, dan rupanya belum selesai disitu petualangan kali ini. ada 100 km lagi yang harus kami tempuh untuk kembali ke Tokyo, dan navigasi jalan menunjukkan warna merah sepanjang rute balik ke ibukota, suasana khas minggu malam. saya? masih ada 1,5 jam lagi perjalanan kereta plus 20 menit tanjakan ke kampus dengan ancaman hujan angin akibat taifun serta agenda rutin senin pagi, laporan mingguan research.

indahnya hidup ini, FIGHT. 
(berasa jadi David Banner, saat muncul mendatangi tim Avenger dengan sepeda motor butut).


Tuesday, August 23, 2016

(tidak) Libur Musim Panas

"kamu libur juga kan?"

begitulah kira2 pertanyaan setiap orang ketika gelombang libur musim panas sudah dimulai. dan errrrm, gimana ya. secara de facto, memang tidak ada kegiatan kuliah pada bulan Juli hingga pekan ke tiga Agustus, plus untuk taruna/undergraduate program, mereka memang mendapat alokasi libur tersebut sebagaimana saya dulu di posisi yang sama. namun untuk S2 dan S3, dikarenakan status sebagai pegawai negeri, otomatis ya nothing special. meski tidak ada kegiatan kuliah, waktu 8 minggu tersebut dijadwalkan "ngantor" seperti biasa, namun kegiatan diserahkan sepenuhnya pada lab masing2. mungkin, beberapa akan mengambil cuti seperlunya pada hari2 sekitar Obon (14 Agustus), pun juga akan mengurangi jatah cuti tahunan mereka.

karena alasan itu pulalah, secara kebetulan rangkaian kesibukan 17an Agustus tahun ini juga jatuh pada hari yang kurang pas, jadilah cerita wira-wiri pada tanggal belasan dengan rute Yokosuka-Tokyo pp dan diakhiri naik Gunung Fuji menjadi pelengkap linu2 di sekujur tubuh.

sampai dengan 10 Agustus (Rabu), hari2 normal lancar apalagi sensei juga kebetulan sudah cuti dari awal minggu, jadi rada slow pace.

11 Agustus, meski kalendernya merah (Hari Gunung) namun demi mengganti besok buat Jumatan, maka hari ini pun standby di lab untuk cicil tugas. setelah Isya meluncur ke Tokyo sambil angkut perlengkapan upacara.

12 Agustus, niat awal hanya sholat Jumat di Meguro, namun karena ada request untuk bantu persiapan upacara, well, sepagian melipir KBRI. sorenya balik Yokosuka

13-14 Agustus, lanjut persiapan seminar sambil berpusing nyicil thesis. Minggu malam, berangkat lagi ke Tokyo.

15 Agt, gladi upacara 17an lanjut siang dan malamnya pengukuhan anggota Paskibraka Tokyo. malam itu juga kembali ke Yokosuka lagi.

16 Agt, ngantor as usual, kebetulan hari ini sensei baru masuk lagi, jadi deh ramah tamah laporan perkembangan research, plus persiapan seminar. malam harinya, sambil berhujan2 berangkat ke Tokyo lagi.

17 Agt, puncak perayaan HUT RI ke 71, alhamdulilah cuaca sangat2 mendukung, setelah hempasan taifun kemarin yang sempat menciutkan nyali. setelah Upacara Penurunan Bendera dan makan malam, langsung kembali ke Yokosuka.

18 Agt, sesuai janji dan rencana, hari ini gladi paparan untuk seminar. beberapa persiapan yang sudah dicicil sedikit banyak dimentahkan dari sensei, hingga akhirnya latihan pun dilaksanakan mandiri, dengan kondisi badan juga mulai bergetar karena kurang istirahat.

19 Agt, meski hari Jumat, namun kali ini jadwal tidak memungkinkan untuk bergabung jamaah Jumat. seminar start jam 11.30, dan untunglah dapat kesempatan paparan pertama kali hingga sisa waktu setelahnya bisa rada santai menikmati sajian materi dari orang lain. kegiatan selesai jam 8 malam, langsung merapat ke Tokyo (untuk yang kesekian kalinya).

20 Agt, kurang tidur?? jelas sekali. namun apa daya, kegiatan berikut sudah menanti. meski terbersit keinginan untuk mundur, tapi kapan lagi bisa dapat kesempatan naik Gunung Fuji? sendirian bisa sih, tapi ... (sudah bosan seorang diri kesana kemari).

21 Agt, daaan begitulah, sepanjang perjalanan hingga naik turun Fuji, hanya berhasil merem ditengah terik mentari pagi selama 1 jam. tepat pukul 11 malam, kembali dengan selamat ke Tokyo. sudah tidak mungkin mengejar kereta untuk ke Yokosuka. artinya, 4 jam lagi harus sudah berangkat lagi ke stasiun Komazawa Daigaku supaya tidak telat weekly briefing. dan taifu no 9 sudah bersiap mendarat di daerah Kanto, duh 

Monday, August 08, 2016

jungkir balik di semester 2

sangat - sangat terlambat sekali jika baru sekarang disempatkan untuk menulis kilas balik semester 2. namun memang begitulah, kesibukan satu persatu silih berganti mewarnai perjalanan selama 6 bulan tersebut (ummm, 4 bulan lebih sedikit tepatnya, eh??)
memang secara kalenderis, semester 2 dirasa lebih pendek dan memang lebih pendek karena adanya libur akhir tahun kalender dan tahun ajaran. ditambah lagi kegiatan seabrek, terkait secara langsung seperti gelaran seminar research, maupun kegiatan ulang tahun kampus yang otomatis menyita jatah waktu kegiatan belajar mengajar. meski secara resmi jumlah mata kuliah yang diambil sudah lebih sedikit daripada semester satu lalu, namun konsekuensinya berimbas pada sekian kali seminar yang dengan terpaksanya ikut sesuai arahan dari proffesor pembimbing. 
sebenarnya tidak ada aturan tertulis yang mensyaratkan jumlah minimal seminar/konferensi yang harus diikuti demi kelulusan program master ini. namun, menganut tradisi di lab, dan pola pembinaan sensei yang memang sepertinya semangat sekali dengan show off force, jadilah saya kebagian bertubi-tubi pontang panting kesana kemari menenteng gulungan poster sembari menjinjing laptop dan menebar pesona kartu nama di setiap kesempatan acara seminar yang saya datangi. total 7 seminar dalam kurun 6 minggu di akhir semester yang berhasil saya catatkan, ditambah 1 sebelum pergantian tahun baru plus 2 lagi diwakilkan sensei karena keterbatasan anggaran untuk perjalanan ke tempat seminar. padahal ya, yang dipaparkan ya itu-itu saja. yang diceritakan juga itu lagi itu lagi, namun kesempatan dan ilmu yang didapat memang hampir selalu berbeda.
dari sekian kali seminar itu, akhirnya saya menyadari bahwa materi yang saya bawakan selama ini memang agak unik, begitu juga pendapat dari beberapa dosen yang berkesempatan diskusi dengan saya. terlepas dari ide sensei saya yang memang terkadang liar, namun sebenarnya hal ini menjadi keuntungan, dimana lahan yang saya teliti masih sangat luas dan hampir tidak ada pemain lain di sekitar saya. susahnya, sangat sedikit referensi yang bisa saya jumpai, kalaupun ada hampir bisa dipastikan hanya secuil dan terkadang diragukan keterkaitannya. TETAPI, ada satu poin besar yang kemudian menjadi pegangan saya dalam menempuh rutinitas sebagai mahasiswa master, yaitu tidaklah penting seberapa dalam ilmu yang saya ketahui tentang materi penelitian, karena memang 2 tahun dalam suatu bidang ilmu hanyalah seperti setetes air di kolam renang standar internasional, hahaha. kunci lulus dari status mahasiswa adalah pola pikir, sesuai strata yang akan ditempuh. tugas utama sensei hanya membimbing sang mahasiswa agar memliki kompetensi setelah melewati mata kuliah maupun uji lab. tidak jarang mahasiswa yang lebih pintar dalam berhitung namun kurang jeli dalam berkreasi menciptakan materi uji lab, sehingga teorinya bisa dimentahkan seketika saat ujian akhir. POLA PIKIR yang terpenting, untuk kemudian diisi dengan pengetahuan yang sesuai dengan bidang yang sedang diteliti. 
begitulah kurang lebih. sebenarnya masih ada kisah adu mulut terkait pembinaan mahasiswa S1/taruna, namun demi kebaikan bersama, alangkah indahnya jika percekcokan itu cukup dimunculkan sebagai teaser saja untuk dikenang kemudian.